Pembelajaran Pemadanan DTKS di Bondowoso
  09 Juli 2020
Pembelajaran Pemadanan DTKS di Bondowoso
Mekanisme pemadanan data

Pada tahun 2019, Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu daerah yang cukup banyak kepesertaan Peserta Bantuan Iur (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dibekukan, yaitu sejumlah 92.175. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos menyebutkan angka DTKS di kabupaten ini ialah 451.143 individu dan 160.006 Rumah Tangga. Semuanya tersebar di 23 Kecamatan, 210 Desa dan 9 Kelurahan.

Biro Pusat Statistik (BPS) menyebut angka kemiskinan di Bondowoso pada tahun 2015 sebesar 14,98%. Angka ini meningkat pada tahun 2016 menjadi sebesar 15%, selanjutnya menjadi 14,54% pada tahun 2017 dan turun lagi hingga 14,39 % pada tahun 2018.

Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dari data Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) tahun 2019 dengan jumlah 824.061 jiwa, maka sasaran program penanggulangan kemiskinan dalam DTKS adalah 55% dari jumlah penduduk Bondowoso. Jika dirata-rata, anggaran penanggulangan kemiskinan per individu miskin pada tahun tersebut hanya sebesar Rp 1,242,023.58.

Dengan penonaktifan kepesertaan PBI sebanyak itu, Pemkab Bondowoso berhitung akan muncul gejolak jika tidak segera menyelesaikan masalah kepesertaan tersebut. Segera dirasa penting untuk segera melakukan verval untuk kemudian menjadi bahan perbaikan data.

Kemendesakan ini juga terpicu oleh semakin banyak pengaduan masyarakat soal DTKS dan data PBI yang tidak akurat, terutama data ganda, pindah, meninggal, dan tidak ditemukan.   

Merespon dinamika penanggulangan kemiskinan tersebut, Pemkab Bondowoso melakukan langkah strategis terutama memastikan DTKS dan PBI JKN valid.

Dimulai dengan tahap persiapan yang bertujuan membangun komitmen berbagai perangkat daerah dan menentukan siapa saja yang bertanggung jawab sebagai anggota tim.

Pada tahap persiapan Wakil Bupati sebagai Ketua TKPKD menjadi simpul kunci melakukan koordinasi lintas sektor.

Sementara pada tahap pelaksanaan dimulai dengan data sekunder menjadi dasar melakukan pemadanan, dikroscek ke lapangan, hasilnya dibahas di forum Musyawarah Desa, hingga datanya disahkan dan masuk ke platform daring SIKS-NG. Keberhasilan tahap ini sangat dipengaruhi oleh dua hal.

Pertama, kualitas proses pemadanan data - menggunakan aplikasi spreadsheet - terhadap DTKS, NIK, dan PBI. Kemudian tim memfilter sesuai keperluan untuk menemukan error.

Kedua, pelaksanaan verval langsung di Desa untuk memastikan temuan sebelumnya memang ada kekeliruan, sekaligus pendataan baru bagi yang seharusnya masuk ke dalam data.

Ada dua capaian setelah Pemkab Bondowoso didukung KOMPAK melakukan tahapan persiapan dan pelaksanaan tersebut selama dua bulan. Pertama, temuan verval menjadi dasar penetapan kepesertaan PBI yang baru.

Pada DTKS ditemukan individu yang sudah meninggal namun masih tercantum sebanyak 896 individu, yang pindah 399 orang, ada 7 yang tidak ditemukan, dan data ganda sebanyak 10.139. Kemudian pada data PBI, ditemukan warga miskin meninggal yang masih terdaftar sebagai peserta adalah sejumlah 766 jiwa, pindah 241 jiwa, data ganda sebanyak 46.830 orang, tercatat 2 kali pada PBI-DTKS dan PBI-Non DTKS sebanyak 2.434 dan ada 5 individu yang tidak ditemukan.

Hasil pemadanan juga menghasilkan beberapa temuan lain untuk ditindaklanjuti oleh Pemkab Bondowoso:

  • Warga miskin dalam DTKS yang tidak terdaftar dalam data SIAK sangat banyak, ada 132.468 jiwa dan dimungkinkan disebabkan oleh tidak ada NIK, atau ada kekeliruan dalam input nomor.
  • Terdapat 24.230 jiwa di dalam data PBI DTKS dengan NIK yang tidak terdeteksi di dalam DTKS.

Capaian kedua, dampaknya terhadap penghematan anggaran hingga Rp 7,6 miliar.

Tantangan yang dihadapi oleh Timverval pada proses pelaksanaan verifikasi dan validasi adalah:

  1. Tidak Semua Desa Membawa data Lahir Mati Pindah Datang (LAMPID) pada saat pelaksanaan Desk verval yang diselenggarakan di Kecamatan. Hal ini berpengaruh pada hasil identifikasi dan pemadanan data. Tidak semua Desa melaporkan data Lampid pada Dispenduk Capil melalui aplikasi SILAPDES sehingga Dispendukcapil tidak memiliki data yang cukup untuk dijadikan sebagai data pembanding yang terkait dengan LAMPID
  2. Tidak semua Operator SIKS-NG yang diangkat oleh Desa memiliki kemampuan teknis computer sehingga menghambat proses pemadanan. Operator Siks NG tidak mendapatkan honor dari Pemerintah Desa sehingga berpengaruh pada semangat kerja Operator.
  3. Lemahnya mekanisme Monitoring dan evaluasi kabupaten sehingga proses pelaksanaan verval lapang tidak dapat terpantau secara terus menerus dan sistematis. Belum adanya Tim verval yang dibentuk secara berjenjang mulai tingkat Kabupaten hingga Desa dan di tuangkan dalam surat Keputusan Bupati yang berdampak pada kepastian tim tyang menjamin kualitas hasil verval.

Ada dua pembelajaran. Pertama, bahwa potensi terjadinya inclusion error pada data penerima program PBI JKN sangat besar dan ini dimungkinkan terjadi pada penerima program lainnya. Hal ini tentu berkonsekuensi pada pembiayaan yang dikeluarkan oleh negara pada sasaran yang tidak jelas.

Kedua, Perlu ada komitmen besar dan sinergis antara pemerintah Pusat, Kabupaten, Kecamatan dan Desa untuk melaksanakan proses verval dan menghasilkan data yang valid. Perlu intervensi langsung Bupati dan Wakil Bupati untuk mensuksekan pelaksanaan verval terpadu.

Keterlibatan Kepala Dusun dalam proses verval sangat penting dalam Desk maupun verval lapang, hal ini karena kasun mengetahui satu – persatu warga diwilayahnya. Keterlibatan fasilitator PKH dan TKSK juga menjadi penting mengingat Fasilitator dalam proses verval. 

Tag:


Terkait